5 Mei 2024

DONGGONEWS.com

Kritis & Berkemajuan

Ketika Anies Baswedan Menampar Muka Para Elit Rejim

3 min read

Dari acara debat pertama setidaknya kita tahu siklus hubungan pribadi satu sama lain antara para cawapres. Khususnya antara ARB dan PS. Tudingan ARB sebagai penghianat terjawab lengkap antara lain pada acara Mata Najwa.

Kita menjadi mengerti mengapa ARB berani lantang dengan kalimat bahwa kekuasaan lebih dari soal etika bisnis dan lainnya.

Kondisi faktual yang berkembang begitu kuat aspirasi atas keinginan publik agar segera masuk ke fase perubahan dalam kepemimpinan nasional.

Penampilan ARB yang agresif pada acara debat pertama mulai terasa. Membuat kepanikan masif dan deg-degan tingkat tinggi dan bisa dipastikan masuk pada fase ketakutan yang berlebihan.

Ancaman keras Anies merepresentasikan “ancaman” rakyat: kalian berkuasa menggunakan “gaya penjajah!” Ini telak!

Terkait isu gerakan perubahan membawa dampak psikologis bagi kepolisian dan TNI yang salama 2 periode Jokowi sangat terlihat sebagai “alat”. Polisi dan tentara juga trauma dengan “keterlibatan” mereka di dalam politik praktis. Rasa rasanya tidak ingin terulang lagi. Sudah sangat lelah, walau sebagian masih tetap dipaksa.

Resiko yang mungkin terjadi adalah operasi intelejen untuk menghadang kemenangan AMIN seperti yang dikatakan dan dilakukan Moeldoko dan kawan-kawan. Saat menumbangkan Prabowo pada bagian kedua pilpres melawan Jokowi dengan sandi Perang Total.

Ini cara kotor, kejam dan tidak berprikemanusiaan. Publik menduga salah satu jejak digitalnya antara lain adalah persoalan KM 50. Fokusnya adalah mematikan gerakan HRS yang sangat jelas menjadi ikon pengerahan massa. Kematian masif ribuan para petugas Tempat pungutan suara (TPS) yang paling nyata. Senjata yang paling ampuh itu dipergunakan yaitu Covid – 19.

Jika isu atau cara yang sama dipakai kembali ditengah dunia sedang damai. Iini memancing “keributan besar” bisa-bisa perang saudara dan ini tanda ambang kembangkrutan para oligarki dan memancing revolusi sosial. Ini berarti ongkos besar yang harus dibayar sangat mahal.

Tidak bisa dipungkiri isi pikiran dan gagasan ARB dalam debat pertama itu akan menghancurkan pekerjaan dan project besar mereka di belakang rejim.

Pilihan mengerikan adalah siapa yang “dimatikan dan mematikan” baik secara fisik maupun secara karakter. Ini perkara serius dan bukan asumsi yang berlebihan.

Kekalahan rejim di ambang mata, dan yang terbayang adalah kejahatan selama kurun dua periode itu akan dibongkar. Akan menyeret orang-orang di tataran elit, Sambo telah mendahului sebagai sinyal penting bagi mereka yang masih mau cawe -cawe dibalik jabatannya.

Kalimat yang menggetarkan publik dari mulut ARB adalah kita masih berpikir ala penjajah ( Belanda ) terkait isu pemindahan IKN. Kalimat itu akan menjadi pintu masuk “perlawanan” rakyat.

Kita tidak menginginkan sesama anak bangsa baku hantam. Yang paling elegan dan murah adalah biarkan ARB menjalani takdirnya sebagai Presiden dengan pikirannya yang mempresentasikan suara rakyat suara “kaum terjajah”.

Agar tidak perang saudara kita harus meninggalkan politik balas dendam. Rekonsialiasi ala Mandela harus disiapkan ditengah berbagai kemungkinan. Tetapi para cukong (oligarki) itu harus tahu diri jangan terlalu serakah menjarah milik ibu pertiwi yakni kekayaan alam.

Skema pemindahan IKN itu adalah bagian upaya grand design pemenangan dan perpanjangan kekuasaan rejim yang sudah disiapkan jauh jauh hari. Apa mau dikata maksud hati memeluk gunung namun apa daya tangan tak sampai.

Project IKN masih seperti hambatan galian tak berkesudahan. Tapi penentuan siapa presiden 2024 tinggal menghitung hari. Mengulangi kecurangan maka potensial memamcing ibu kota akan diduduki jutaan masa berhari hari dan bahkan berbulan bulan. Hingga kebenaran itu ditegakan dan kecurangan tidak boleh terulang.

Grand design pemindahan IKN agar tidak mudah diduduki masa, tidak sesuai hitungan karena semuanya lelet. Semua berantakan. Para buzzer berbalik arah. Para ulama mulai terang terangan mendukung ARB.

Maka bersiap siaplah menyambut Presiden Baru yang merepresentasikan keberpihakan terhadap rakyat.

Saya pribadi merasa plong karena mereka ” bermental penjajah ” yang berdiri dibelakang capres itu ditampar oleh ARB dengan kalimat santun tapi menusuk.

“Kita masih berpikir seperti Belanda ketika ada masalah kita tinggal. Saudara kita yang berbeda pendapat dianggap oposisi ini negara hukum bukan negara kekuasaan. Dimana nurani kita ditengah pupuk sulit didapatkan oleh petani negara membangun istana untuk presidennya. Mantap ARB.”

Perubahan untuk Indonesia yang lebih baik adalah pilihan cerdas.

Paradigma semua anak bangsa juga harus berubah bahwa pemilihan pemimpin itu juga harus mengarah pada perubahan peradaban kearah yang maju di atas prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat bukan segelintir minoritas. Ini pesan konstitusi.

Maka jika demikian figure-figur cerdas dan intelektual harus diberikan kesempatan untuk menahkodai bangsa secara kolektif.

Wakanda No More, Indonesia forever (ARB)

Dr. Salahudin Gaffar SH., M.H
Dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Asyfi’iyah Jakarta /
Cendekiawan Muslim Muda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *