Angkat Paradigma Penelitian Kualitatif, Prodi Pendidikan Sejarah Gelar Webinar
DONGGONEWS.com I Bima, 221220- Menyongsong Tahun Baru 2021, Prodi Pendidikan Sejarah STKIP Taman Siswa (Tamsis) Bima semakin berbenah diri dengan mengadakan kegiatan-kegiatan produktif dalam meningkatkan Kapasitas Mahasiswa Prodi pendidikan sejarah. Pada 21 Desember 2020, Prodi Pendidikan Sejarah STKIP TSB mengadakan Kegiatan Webinar dengan Tema, Paradigma Penelitian Kualitatif, yang dikhususkan Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Semester 5 dan 7 yang berjumlah 25 Orang.
“Narasumber dalam Webinar ini adalah bapak Asrul Raman. Ia merupakan dosen senior yang dimiliki oleh STKIP Taman Siswa Bima dan pernah memimpin LPPM STKIP TSB. Selain itu, Pak Asrul saat ini mengajar di Universitas Al Azhar Indonesia dan Universitas Negeri Jakarta: pada Fakultas Ilmu Sosial Politik. Beliau juga pernah melakukan riset tentang Perdagangan Garam di Indonesia bekerjasama dengan FEB UI serta meneliti tentang pekerja Rokok Kretek bekerjasama dengan Japan Tobacco International (JTI),” jelas moderator Webinar, Edy Suparjan, M.Pd., pada media ini via aplikasi Whatsapp, Selasa (22/12/2020).
Pada saat menyampaikan materi, Narasumber menjelaskan bahwa Paradigma merupakan basis kepercayaan yang harus dimiliki oleh seorang peneliti, ideologi yang menuntun peneliti kearah tujuan penelitian yang ingin dicapai. Paradigma dicontohkan ibarat Sate yang merupakan potongan daging seperti dadu. Kemudian ditusuk lalu dibakar di atas bara api di lumuri kecap. Letak paradigmanya ada di tusuk sehingga dikatakan sate.
“Dalam kesimpulannya, Narasumber menjelaskan bahwa ada beberapa paradigma dalam penelitian kualitatif. Yaitu, pertama paradigma ilmiah bersumber dari positivisme. kembali ke alam, pengalaman data inderawi. paradigma ini berasal dari August Comte dan banyak digunakan dalam penelitian Kuantitatif,” jelas sosok yang akrab disapa Edy itu mengutip materi dari narasumber.
Kedua, post–positivisme. Mengkritik aliran positivisme harus ada keterlibatan antara subyek dan obyek yang saling mempengaruhi. Ketiga, konstruktivisme, Imanuel kant, pengetahuan dan kebenaran diolah. Kempat, Kritis. Aliaran kritis banyak digunakan Para jurnalis. Konsepnya Selalu curiga. Ciri khasnya; Totalitas, kesadaran, alianasi dan kritik. Paradigma ini berasal dari Karl Marx.
“Kelima, Interpretatif. Realitas sosial yang utuh. Menjelaskan makna realitas. Paradigma ini berasal dari Max Weber. Keenam, Post- modern. Kritik atas masyarakat modern. Menolak kecenderungan modern. Gaya diskursus akademisi, teliti dan bernalar. Contoh, dalam politik Islam yang mengedepankan sistem politik khilafah, menolak demokrasi sebagai produk modernisasi barat,” lanjutnya.
Ketujuh, sambung Edy, merupakan transformatif. Harus diperjuangkan politik. Berlandaskan kritis Karl Marx. Dan, terakhir adalah pragmatis. Mix –metode. Paradigma ini menggunakan seluruh aliran dan metode dalam mencapai tujuan ilmu pengetahuan. Closing Statement yang disampaikan Narasumber adalah, untuk memahami bagaimana paradigma tersebut berfungsi.
“Hal yang harus dilakukan adalah memulai meneliti dan meneliti kemudian menuliskan hasil penelitian. Maka akan nampak seperti apa ideologi atau paradigma si peneliti. Ibarat Agama, maka paradigma adalah agama bagi para peneliti sebagai modal untuk melanjutkan penelitian kearah yang lebih mendalam,” tutupnya. ( DNC-Fiq )