IMPLEMENTASI MAJA LABO DAHU DALAM KAMPANYE IMAN
Oleh: Dae Amar (Diaspora Bima)
Masyarakat Bima dikenal sebagai masyarakat yang taat dalam beragama (Islami) sehingga dalam kehidupannya banyak mengandung nilai-nilai Islam. Salah satunya adalah etika dalam kehidupan masyarakat yang mengandung nilai-nilai luhur, salah satunya Majo labo dahu. Secara etimologis maja labo dahu bermakna malu dan takut. Sebagai etika kehidupan maja labo dahu bahkan dijadikan semboyan bagi Kabupaten Bima.
Secara terminologis maja (malu) dapat bermakna 3 hal yaitu malu kepada Allah SWT, malu kepada sesama manusia dan malu kepada diri sendiri. Malu kepada Allah SWT adalah ketika seseorang malu kepada Allah, ia akan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Rasulullah bersabda, “Malulah kalian kepada Allah dengan sungguh-sungguh rasa malu. Kemudian nabi ditanya, “Bagaimana caranya malu kepada Allah?” Dijawab, “Siapa yang menjaga kepala dan isinya, perut dan makanannya, meninggalkan kesenangan dunia, dan mengingat mati, maka dia sungguh telah memiliki rasa malu kepada Allah Swt.” Malu seperti inilah yang akan melahirkan buah keimanan dan ketakwaan.
Sementara malu kepada manusia Jika seseorang memiliki rasa malu kepada manusia, maka ia akan menjaga pandangan yang tidak halal untuk dilihat. Seorang ahli hikmah pernah ditanya tentang orang fasik. Beliau menjawab, “Yaitu orang yang tidak menjaga pandangannya, suka mengintip aurat tetangganya dari balik pintu rumahnya.” Orang yang punya rasa malu kepada manusia tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang lain. Jangankan dosa, melakukan kebiasaan jeleknya saja dia malu jika ada orang yang melihatnya. Termasuk bagian dari malu kepada manusia adalah mengutamakan orang yang lebih mulia darinya. Menghargai ulama dan orang saleh. Memuliakan orangtua dan gurunya. Merendahkan diri di hadapan mereka. Orang yang masih punya rasa malu kepada orang lain akan dihargai dan disegani. Masyarakat mau mendengarkan pendapat dan nasihatnya.
Ketiga, malu kepada diri sendiri. Ketika orang punya malu kepada dirinya sendiri, dia tidak akan melakukan perbuatan dosa ketika sendirian. Ia malu jika ada orang yang melihat perbuatannya. Dalam kalimat hikmah dikatakan, “Siapa yang melakukan perbuatan ketika sendirian yang ia malu melakukannya saat dilihat orang, maka ia tidak berhak mendapatkan kemulian.” Kalimat hikmah yang lain mengatakan, “Hendaknya malu kepada diri sendiri lebih besar dibanding malu kepada orang lain.”
Kata dahu bermakna takut, kata ini sama dengan khauf dalam bahasa arab. Ulama mendefinisikan khauf dengan: “Ketika engkau duduk sendirian, maka engkau membayangkan seakan Allah SWT menampakkan Dzat-Nya kepada manusia dari atas ‘Arasy-Nya.”
Khauf tumbuh seiring dengan tumbuhnya cinta seseorang kepada Allah SWT. Ketika seseorang mencintai Allah, ia akan takut melakukan perbuatan yang dimurkai-Nya. Ia pun takut dijauhi-Nya sebagaimana seorang kekasih yang takut ditinggal orang yang disayanginya.
Khauf akan memunculkan sikap berpikir ke depan, bukan hanya dunia tetapi juga akhirat. Ia akan berhati-hati dalam bertindak karena setiap tindakannya mengandung konsekuensi, disukai atau dimurkai Allah. Khauf juga akan motivasi untuk terus beramal dan terus meningkatkan amalnya. Dengannya ia akan terus mendekati Allah.
Namun seirang berjalannya waktu, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam falsafah maja labo dahu pudar bahkan hanya sekedar semboyan belaka. Banyak faktor yang menyebabkan falsafah luhur ini luntur di kalangan masyarakat Bima. Oleh karena itu untuk mengembalikan falsafah maja labo dahu sebagai nilai luhur yang menjadi way of life (cara hidup) harus berawal dari seorang pemimpin yang dapat menjadi suri teladan.
Dari 3 (tiga) pasangan calon yang berlaga dalam kontestasi sampai saat ini hanya pasangan IMAN yang memulai pelaksanaan pendaftaran pilkada dengan mematuhi falsafah maja labo dahu. Berbeda dengan pasangan lain, IMAN mengadakan tabligh akbar dengan menghadirkan qori internasional dengan tujuan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. IMAN memahami bahwa segala perbuatan harus diawali dengan niat yang baik, hal ini selaras juga dengan hadist Nabi SAW “Innamal a’maalu bin niyyah”.
Kondisi eksisting Bima dimana kemiskinan, bencana banjir setiap tahun, kekeringan memerlukan niat dan doa tulus dari pemimpin, sebab hal tersebut merupakan bentuk harapan dan syukur kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7)”oleh karena itu untuk mengembalikan falsafah luhur Maja Labo Dahu diperlukan pemimpin yang paham dan mau melaksanakan dari hal-hal yang kecil dan dimulai dari sekarang dan itu hanya ada pada pasangan IMAN.
Wallahu a’lam bish-shawabi